Ilustrasi |
Sedangkan bentuk dukungan yang diberikan oleh AS, Pakistan dan lainnya berupa pendanaan, pelatihan militer sampai dengan persenjataan.
Soviet yang mengetahui adanya dukungan negara barat dan sekutunya terus meningkatkan kekuatan militer serta berusaha menduduki pos – pos penting yang dikuasai para gerilyawan termasuk memutus jalur logistik yang dimiliki.
Berbagai operasi intelijen digelar oleh AS untuk memperkuat perlawanan para mujahidin salah satunya dengan menyelundupkan senjata yang dimiliki melalui jalur udara. Meskipun bantuan tersebut bersifat rahasia akan tetapi pada kenyataannya upaya AS selalu diketahui Soviet karena jenis persenjataan yang dikirim terlalu mencolok.
Beberapa kali pesawat tempur dan helikopter Soviet rontok disengat rudal anti pesawat jenis Stinger buatan AS dimana rudal anti pesawat tersebut diketahui berada ditangan para gerilyawan mujahidin.
Indonesia membuka operasi intelijen untuk suplai persenjataan ke Mujahidin
Diluar AS, perjuangan para mujahidin melawan pasukan Soviet ternyata juga menarik perhatian Indonesia untuk ikut aktif terlibat memberikan bantuan persenjataan. Tepat tanggal 18 Februari tahun 1981, pihak Indonesia mengadakan pertemuan dengan petinggi militer Pakistan di Islamabad yang diwakili oleh L.B Moerdani didampingi Paban VIII Staf Intel Hankam Kolonel Kav Teddy Rusdy untuk membicarakan teknis pengiriman bantuan persenjataan kepada mujahidin.
Total ada ribuan jenis senjata yang siap dikirim dengan operasi intelijen berkedok kemanusian dimana senjata-senjata tersebut kemudian dimasukan ke dalam peti palang merah dan ditutup selimut serta obat-obatan. Militer Indonesia kemudian memberi nama operasi intelijennya dengan sandi Operasi Permadani.
Saat itu banyak stok persenjataan eks Soviet yang dimiliki militer Indonesia paska Trikora seperti AK47, STTB (Senjata Tanpa Tolak Balik) dan mortir. Dimana semua senjata tersebut tersimpan rapi diseluruh jajaran matra TNI. Sehingga dengan begitu bagi militer Indonesia membentuk kekuatan setingkat dua batalion di Afghanistan tidak akan sulit.
Sedangkan pesawat yang digunakan untuk mengangkut persenjataan tersebut adalah jenis Boeing B707 milik Pertamina yang dioperasikan oleh Pelita Air. Namun sebelum dikirim, semua persenjataan dirubah terlebih dahulu nomor registrasinya agar tak dapat diidentifikasi. Sehingga, apabila senjata jatuh ke tangan pihak Soviet mereka akan mengira jika semua senjata itu adalah milik mereka sendiri yang dirampas mujahidin.
Diakui atau tidak, kemampuan intelijen Indonesia pada masa itu memang cukup disegani, pasalnya tidak sedikit operasi rahasia yang digelar pemerintah Indonesia kala itu baik skala nasional maupun internasional banyak mencapai keberhasilan.
Editor : Ade
Penulis : Arsen