Berita Rakyat, Surabaya - Keputusan Presiden Rusia, Vladimir Putin untuk menginvasi Ukraina akan memicu turbulensi baru ekonomi global. Dampak pandemi yang baru saja mulai menyurut, tampak akan berhenti dan mulai bergejolak lagi.
Ekonomi global akan kembali mengalami ketidakseimbangan pasar, terutama dalam rantai pasok (supply chain) berbagai komoditi perdagangan antar negara. Rusia merupakan supplier komoditi energi dan mineral terbesar di dunia. Bahkan, Rusia dan Ukraina juga pemain besar dalam perdagangan gandum. Jelas, bahwa perang ini akan berdampak pada ekonomi global.
Saat ini harga minyak mentah dunia sudah mencapai US$100 per barel, harga tertinggi sejak 2014 lalu. Sebagai net importir minyak mentah, tentu ini akan sangat berdampak pada perekonomian Indonesia. Harga komoditas lain seperti gandum dan kedelai yang selama ini tergantung pada impor akan berpotensi melonjak juga. Dan semua ini akan berdampak pada inflasi dalam negeri.
Abdul Hakim Bafagih, anggota Komisi VI DPR RI mengingatkan pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan untuk menyusun langkah-langkah antisipasi inflasi dalam negeri.
“Pemerintah, melalui kementerian perdagangan harus cepat merespon dampak perang Rusia-Ukraina sebelum krisis benar-benar makin parah. Harga minyak dunia sudah mencapai titik tertinggi. Ini warning, karena biasanya krisis ekonomi ditandai dengan melonjaknya harga minyak mentah. Apalagi posisi kita sekarang adalah importir minyak mentah”, tegasnya.
Lebih lanjut, Anggota DPR dari Fraksi PAN ini mengingatkan kembali bahwa asumsi harga minyak mentah dalam APBN 2022 hanya US$ 63 per barel, sangat jauh dari harga saat ini. Dampaknya adalah realisasi anggaran akan banyak meleset dari target. Subsidi BBM dan Pupuk akan membengkak dan tentu ini akan semakin membebani anggaran.
“Beban subsidi selama ini sudah cukup besar. Bahkan, setiap tahun pemerintah masih memiliki utang subsidi yang harus dibayar kepada BUMN seperti Pertamina untuk subsidi energi, PT Pupuk Indonesia untuk subsidi pupuk. Selain berdampak pada beban APBN, naiknya harga minyak mentah juga akan mengancam cash flow beberapa BUMN kita”, lanjut Abdul Hakim.
Pemerintah harus cepat dan tepat merumuskan langkah dan kebijakan antisipasi krisis akan dampaknya tidak terlalu luas dan mendalam bagi perekonomian nasional. Apalagi, kondisi ekonomi kita saat ini masih belum pulih dari pandemi.
Harga komoditi seperti minyak goreng, tahu dan tempe masih tinggi. Bahkan saat ini barangnya mulai langka. Jika ditambah dengan krisis global akibat perang Rusia-Ukraina, maka dampaknya bagi masyarakat luas berpotensi akan semakin memburuk. Oleh sebab itu, Pemerintah dituntut untuk bekerja lebih cepat dan tepat.[]