"Perspektif ideologis mengenai urgensi keberadaan PPHN
tersebut mengisyaratkan bahwa pembangunan nasional diselenggarakan dalam
kerangka menjaga dan memperkuat ideologi negara agar tetap menjadi karakter dan
jiwa bangsa. Kedepan, berbagai tantangan kebangsaan akan semakin kompleks dan
dinamis, sehingga perlu dibangun benteng ideologi dan penguatan karakater
bangsa melalui pembangunan wawasan kebangsaan," ujar Bamsoet, saat
Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya, Senin
(28/6/21).
Turut hadir antara lain Rektor UNAIR Mohammad
Nasih, Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi Jawa Timur Brigjen
Pol Aris Purnomo, Kapok Sahli Pangdam V/Brawijaya Brigjen TNI
Yoyok Bagus Budianto, PJS Kabag Wasidik Narkoba Polda Jawa Timur AKBP
Agustianto serta dosen dan ribuan para mahasiswa UNAIR yang mengikuti secara
luring dan daring.
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan, pasca perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, MPR tidak lagi
memiliki wewenang menetapkan Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Fungsi GBHN
digantikan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005–2025. Selanjutnya
penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) disusun
berlandaskan visi dan misi calon presiden dan wakil presiden terpilih.
"Dalam implementasinya, berbagai
peraturan perundang-undangan yang menjadi rujukan penyelenggaraan
pembangunan nasional ternyata menyisakan beragam persoalan. Antara lain,
karakteristiknya yang cenderung terpusat pada eksekutif, dan besarnya potensi
RPJPN dilaksanakan secara tidak konsisten dalam setiap periode pemerintahan.
Karena visi-misi presiden dan wakil presiden terpilih, belum tentu selaras
dengan visi-misi presiden dan wakil presiden periode sebelumnya," kata
Bamsoet.
Tak hanya itu, Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia ini
menilai, tanpa PPHN antara sistem perencanaan pembangunan nasional dan sistem
perencanaan pembangunan daerah, kemungkinan berpotensi terjadi ketidakselarasan
pembangunan. Sistem perencanaan pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD)
tidak terikat untuk mengacu RPJMN mengingat visi dan misi
gubernur/bupati/walikota sangat mungkin berbeda dengan visi dan misi presiden
dan wakil presiden terpilih.
"Dengan adanya bias-bias dan ketidakpastian
kesinambungan kebijakan dan program pembangunan nasional tersebut, pada
akhirnya mendorong lahirnya wacana publik yang membawa arus balik kesadaran
untuk menghidupkan kembali haluan negara 'model GBHN'. Dorongan yang
sangat kuat agar MPR kembali memiliki wewenang menetapkan haluan negara ini,
antara lain datang dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Forum Rektor
Indonesia, serta berbagai organisasi keagamaan dan organisasi masyarakat.
Pandangan serupa juga saya temukan dalam beberapa kesempatan kunjungan
kerja di berbagai kampus, terakhir di Bali, Riau, dan Aceh," jelas
Bamsoet.
Ketua Umum Pengurus Besar Keluarga Olahraga Tarung Derajat
ini menuturkan, gagasan untuk mereformulasikan sistem perencanaan
pembangunan nasional sebenarnya telah direkomendasikan oleh MPR periode
2009-2014. Rekomendasi ini ditindaklanjuti oleh MPR periode 2014-2019 dengan
memunculkan gagasan melakukan perubahan terbatas terhadap Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tujuannya, mengembalikan wewenang
MPR untuk menetapkan pedoman pembangunan nasional 'model GBHN', yang dalam
Rekomendasi MPR masa jabatan 2014-2019 disebut dengan nomenklatur Pokok-Pokok
Haluan Negara (PPHN).
"Pembentukan PPHN melalui perubahan terbatas terhadap
konstitusi, setidaknya berkaitan erat dengan dua pasal yang harus diselaraskan.
Pertama, penambahan ayat pada pasal 3 yang memberi kewenangan kepada MPR untuk
mengubah dan menetapkan PPHN. Kedua, penambahan ayat pada pasal 23 yang
mengatur kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan oleh presiden
apabila tidak sesuai dengan PPHN," urai Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menambahkan, secara
substansi PPHN hanya akan memuat kebijakan strategis yang akan menjadi
rujukan atau arahan bagi penyusunan haluan pembangunan oleh pemerintah.
Hadirnya PPHN sama sekali tidak akan mengurangi ruang kreatifitas bagi presiden
untuk menerjemahkannya kedalam program-program pembangunan. PPHN akan
menjadi payung yang bersifat politis bagi penyusunan haluan pembangunan yang
bersifat teknokratis.
Penulis : Hakim Said
"Tulis Judul Artikel lain di sini"