Caption : Ilustrasi salah satu kantor perusahaan pembiayaan |
Berita Rakyat, Kotamobagu. Fenomena perselisihan antara perusahaan pembiayaan dan konsumen di Indonesia terus menjadi perhatian masyarakat. Tak jarang publik dihebohkan dengan kasus-kasus penggelapan kendaraan, uang angsuran milik konsumen, pengancaman dan pengambilan paksa, serta SOP ilegal yang dimainkan oleh oknum kolektor yang tidak bertanggung jawab.
Tak jarang kasus semacam ini sering dikabarkan dalam setiap pemberitaan media Cetak, Online dan Elektronik yang tentunya sangat merugikan konsumen, baik secara finansial maupun psikologis.
Mereka harus mengeluarkan uang yang tidak seharusnya dibayarkan, atau bahkan harus kehilangan kendaraan yang telah dibeli dengan susah payah. Belum lagi, tindakan pengancaman dan pengambilan paksa yang dilakukan oleh oknum kolektor dapat membuat konsumen merasa takut dan tidak aman.
Yang lebih memprihatinkan lagi, sejumlah keluhan konsumen terkait persoalan ini sering dihindari oleh pihak pimpinan tertinggi dalam perusahaan tersebut.
Ada yang beralasan bahwa kejadian di lapangan terjadi tanpa sepengetahuan mereka, ada juga yang berdalih bahwa hal tersebut bukan tanggung jawab divisinya. Padahal, seharusnya sudah menjadi tugas dalam satu manajemen perusahaan tersebut, untuk memonitor dan mengevaluasi setiap pekerjaan atau tindakan karyawan di lapangan.
Contoh kasus yang terjadi di PT. Adira Multi Finance cabang Kotamobagu menjadi salah satu bukti bahwa fenomena perselisihan antara perusahaan pembiayaan dan konsumen masih terjadi.
Seorang nasabah yang mengaku kecewa karena adanya potongan sampai dengan jutaan rupiah, dengan dalih sebagai biaya batal tarik kendaraan.
Kepada sejumlah media nasabah tersebut mengaku sudah menyetor uang sebesar Rp11 juta rupiah untuk angsuran 2 bulan, ditambah dengan biaya batal tarik berdasarkan keterangan karyawan yang datang menagih.
“Rp11 juta itu saya serahkan ke karyawan yang datang menagih pada bulan Maret 2023 dan berkwitansi. Iya saya tahu yang disetor dua bulan dan sekitar Rp4 jutaan diduga sebagai biaya batal tarik,” katanya Sabtu (1/4/2023)
Namun setelah ia melakukan konfirmasi ke pihak manajemen Adira, ia kaget mengetahui bahwa tidak ada biaya batal tarik seperti yang diinformasikan penagih.
“Iya, ini kwitansi resmi dan telah disetor dua bulan angsuran sebesar Rp7 juta 430 ribu. Juga ada kwitansi sebesar Rp11 juta 450 ribu yang juga telah ditandatangi oleh salah satu tim penagihan. Hingga saat ini saya belum menerima kwitansi resmi dari manajemen Adira sebagai bukti atas dugaan biaya batal tarik,”terang Yanto.
Hal ini tentu sangat merugikan nasabah, karena ia harus membayar biaya yang seharusnya tidak perlu dibayarkan.
Sayangnya, Kepala Divisi Marketing Adira Finance Kotamobagu, Sukiman, mengaku tidak tahu menahu persoalan tersebut dan meminta untuk menghubungi Kepala Divisi Collection.
Sedangkan Kepala Divisi Collection sendiri waktu di hubungi di waktu yang sama enggan berkomentar lebih.
"Tadi sudah ketemu nasabah dengan yang melakukan penagihan,” singkatnya
Namun hingga berita ini terbit upaya konfirmasi masih terus dilakukan, khususnya terkait SOP tentang biaya 'Batal Tarik'.
Penulis : Bastian Korompot
Editor : Slamet
Baca juga: