Foto: Hj. Tri Farida Inawati dan Suasana Saat Anggota Satpol PP Gabungan Meninjau Lokasi Tambak Wedi Surabaya-Jawa Timur.
Berita Rakyat Surabaya - Beredarnya jual beli tanah aset Pemerintah Kota Surabaya yang berada di kawasan Tambak Wedi Surabaya semakin terkuak. Hal tersebut terlihat para oknum pelaku pengapling tanah dan menjual kepada warga dengan harga berfariasi, sesuai dengan ukuran tanah yang dibeli, sumber warga kepada berita rakyat menuturkan. Jika harga tanah saja ada yang dibandrol Rp. 50 juta sampai dengan harga Rp. 80 juta.
Lain lagi dengan harga yang sudah berdiri bangunan, ada yang membayar secara lunas dan adapula dengan cara mencicil kepada pengembang atau pengapling tanah-tanah yang diklaim milik pemkot Surabaya dengan cara bekerja sama dengan oknum kelurahan yang ada di daerah sekitaran Tambak Wedi tengah Lama maupun di daerah Tambak Wedi Baru dan sekitarnya.
Lain lagi dengan harga yang sudah berdiri bangunan, ada yang membayar secara lunas dan adapula dengan cara mencicil kepada pengembang atau pengapling tanah-tanah yang diklaim milik pemkot Surabaya dengan cara bekerja sama dengan oknum kelurahan yang ada di daerah sekitaran Tambak Wedi tengah Lama maupun di daerah Tambak Wedi Baru dan sekitarnya.
“Harga berfariasi jika tanah saja 50 juta hingga 80 juta, ada juga warga sekitar yang membayar dengan mencicil dan jika sudah lunas akan dapat surat Petok D dari kelurahan, dengan nomer persil lokasi tanah sesuai ukuran dan letak yang ditawarkan oleh Pengkapling. Kemudian pengembang bekerja sama dengan kelurahan untuk surat petok yang dikeluarkan," Jelas sumber/warga yang tidak mau ungkap namanya kepada berita rakyat (20/05).
Ditambah lagi dengan pembuktian dilapangan saat kedatangan satuan anggota Satpol PP kota Surabaya dalam rangka meninjau lokasi yang dianggap masalah hingga membuat warga resah atas kepemilikan tanahnya bagi yang merasa membeli kepada pengkapling tanah dan oknum kelurahan. Apakah nasib warga yang telah menempati tanah milik aset Pemkot, akan segera tergusur, melalui Peraturan Daerah yang mutlak, jika pelanggaran tersebut akan segera ditertibkan dalam waktu dekat oleh pemerintah kota Surabaya.
Foto: Perwakilan Warga Yang Merasa Membeli Tanah & Bangunan Secara Kridit Dihadapan Wartawan.
Dugaan kerjasama secara berjama'ah untuk menipu warga dengan menjual kaplingan tanah di atas tanah aset Negara sepertinya sudah berjalan cukup lama, terbukti secara fakta dengan banyaknya warga memliki surat Petok D dengan Persil 30, 43, 44, 46, 48. Dan ironisnya Oknum Pengapling tanah Ilegal tersebut hanya memberi surat petok namun bukan sertifikat hak milik (SHM) kepada warga yang sudah membeli kepada pengkapling, dengan cara meng-atasnamakan pemerintah kota Surabaya yang sah terindikasi melanggar hukum.
Perlu diketahui surat yang dimiliki oleh warga setempat adalah tertanda tangan oleh Staff pegawai kelurahan Hj. Tri Farida Inawati, sedangkan saat itu Lurahnya bernama Musdar.
"Saya beli tanah ini hanya modal kepercayaan dari pihak kelurahan mas, seandainya asli jadi palsu berarti itu ulah orang-orang kelurahan, dan saya akan laporkan kepada polisi terkait pemalsuan surat Petok D ini. Masak saya sudah beli mau digusur sama Pemkot Surabaya. Jangan asal menggusur, saya akan minta uang saya kembali," tutur sumber.
Hj. Tri Farida Inawati saat ditemui berita rakyat sebelumnya, dikantor kelurahan Tambak Wedi. Dirinya menepis tudahan itu. "Demi Alloh demi Rasullullah, saya tidak pernah menjual aset Pemkot. Saya tidak pernah kerja sama dengan pengembang atau pengkapling dan saya tidak kenal imam atau siapapun." Tepisnya Farida.
"Saya beli tanah ini hanya modal kepercayaan dari pihak kelurahan mas, seandainya asli jadi palsu berarti itu ulah orang-orang kelurahan, dan saya akan laporkan kepada polisi terkait pemalsuan surat Petok D ini. Masak saya sudah beli mau digusur sama Pemkot Surabaya. Jangan asal menggusur, saya akan minta uang saya kembali," tutur sumber.
Hj. Tri Farida Inawati saat ditemui berita rakyat sebelumnya, dikantor kelurahan Tambak Wedi. Dirinya menepis tudahan itu. "Demi Alloh demi Rasullullah, saya tidak pernah menjual aset Pemkot. Saya tidak pernah kerja sama dengan pengembang atau pengkapling dan saya tidak kenal imam atau siapapun." Tepisnya Farida.
Masih kata Farida, Ahli waris yang mana datang ke-saya, saya tidak pernah bertemu ahli waris H.Badrul Munir selama ini, buku kretek kelurahan ada. Saya tidak pernah menyatakan buku kretek hilang kepada siapapun. Semua data kelurahan sudah di bawa pihak pemerintah kota Surabaya, jadi tanyakan langsung saja ke pihak pemkot, katanya.
Dari pengakuan Hj.farida sangat bertolak belakang dengan bukti yang dimiliki oleh warga yaitu surat Petok D. Seharusnya pihak Pemkot segera menindak lanjuti konflik kasus sengketa tanah di Tambak Wedi, antara warga dan pihak kelurahan, (At/tim).