Tujuan pemidanaan perkara perdagangan gelap narkotika,
terhadap pengedar outputya adalah jera dan outcomenya tidak mengulangi
perbuatannya.
Sedangkan terhadap penyalahguna outputnya adalah sembuh dan
pulih dari sakit ketergantungan narkotika dan outcomenya tidak mengulangi
perbuatannya.
Pemenjaraan dan rehabilitasi punya outcome yang sama, yaitu
pelaku kejahatan tidak mengulangi perbuatannya. Tetapi kalau penyalahguna dipenjara
justru bertentangan dengan tujuan pemidanaan dan tujuan dibuatnya UU Narkotika.
Berdasarkan UU Narkotika, hanya perkara penyalahgunaan
narkotika yang pemidanaannya berupa rehabilitasi (pasal 103) dilakukan secara
medis dan sosial. Sedangkan perkara peredaran gelap narkotika pemidanaannya
berupa pidana berdasarkan pasal 10 KUHP berupa pidana penjara atau pidana
lainnya.
Perkara narkotika
yang menimpa Nia Ramadhani dan suaminya adalah perkara penyalahgunaan narkotika
Yaitu kepemilikan narkotika dengan cara membeli narkotika
untuk dikonsumsi dalam jumlah terbatas untuk sehari pakai, dengan tanda-tanda
kondisi fisik positif menggunakan narkotika dan ditemukan barang bukti alat
yang digunakan untuk menggunakan narkotika berupa bong.
Mereka tidak punya niat jahat, namun oleh UU No 35 Tahun
2009 tentang Narkotika, orang yang tidak punya niat jahat tersebut, dilarang
dan diancam secara pidana dan pemidanaannya wajib menjalani rehabilitasi.
Berbeda dengan perkara peredaran gelap narkotika. Pengedar
narkotika jelas punya niat jahat. Mereka mendapat keuntungan dari jual beli
narkotika dengan meracuni generasi muda jadi generasi sakit kecanduan
narkotika.
Para penyalahguna narkotika yang tertangkap aparat harus
dibawa ke pengadilan, agar mendapatkan putusan atau penetapan untuk menjalani
rehabilitasi di rumah sakit atau lembaga rehabilitasi yang ditunjuk pemerintah
agar outputnya sembuh dan outcomenya tidak mengulang perbuatannya.
"Itu sebabnya mereka wajib diberi sanksi oleh hakim
berupa sanksi rehabilitasi (pasal 103) tanpa ada kemungkinan sanksi lain,"
tutur mantan Kepala BNN, Komjen Pol (Purn) Anang Iskandar, Sabtu (11/7/2021).
Mantan Kapolrestabes Surabaya ini menuturkan, penyalahguna
yang tidak ditangkap diwajibkan UU untuk melaporkan diri ke rumah sakit atau
lembaga rehabilitasi yang ditunjuk pemerintah. Supaya outputnya sembuh dan
outcomenya tidak mengulangi perbuatannya (pasal 55, 128).
Penyalahguna yang ditangkap seperti Nia Ramadhani dan
suaminya hanya dapat dijerat pasal tunggal yaitu pasal 127/1 dengan ancaman
pidana selama 4 tahun, karena dalam UU narkotika penyalahguna hanya diancam
127/1 saja. Tanpa tuntutan subsidiaritas, kecuali ada bukti baru atau hasil
assemen terpadu ditemukan keterlibatan Nia Ramadhani dan suaminya jadi pengedar
atau jadi anggota sindikat narkotika.
Ancaman pidana 4 tahun tersebut berarti tidak memenuhi
syarat penahanan atau tidak sah ditahan baik dalam proses penyidikan,
penuntutan maupun pengadilan (pasal 21 KUHAP).
Pelaksanaan penangkapan perkara narkotika seperti Nia
Rmadhani dan Ardi Bakrie dilakukan paling lama 3 × 24 jam dan dapat
diperpanjang paling lama 3 × 24 jam (pasal 76).
Maksudnya agar penyidik punya kesempatan untuk membedakan
apakah tersangka yang ditangkap penyalahguna atau pengedar melalui proses
assesmen dan minta keterangan ahli.
Penyidikan, penuntutan dan pengadilannya pun harus mengacu
pada tujuan UU Narkotika. Yang menyatakan bahwa yang diberantas adalah
peredaran gelap narkotika dan terhadap penyalahguna dijamin mendapatkan upaya
rehabilitasi (pasal 4 c,d).
Dalam Peraturan Pemerintah No 25/2011 tentang wajib lapor
pecandu, penyidik, jaksa penuntut dan hakim yang memeriksa perkara
penyalahgunaan narkotika diberi kewenangan.
"Menempatkan penyalahguna ke dalam lembaga rehabilitasi
sebagai upaya menjamin mewujudkan tujuan UU (pasl 13 PP 25/2011)," tutur
mantan Kadiv Humas Polri ini.
Pemerintah bertanggung jawab atas biaya pelaksanaan
rehabilitasi medis bagi pecandu. "Penyalahguna dan korban penyalahgunaan
narkotika yang telah diputus oleh pengadilan ( pasal 20 Permenkes no
2415/2011)," terang pria kelahiran Mojokerto.
Artinya Menkes sebagai menterinya narkotika (pasal 1/21)
telah memfasilitasi dan menyiapkan kapan hakim menjatuhkan hukuman rehabilitasi
terhadap pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika sesuai
tujuan UU, kewenangan dan kewajiban hakim.
Pemidanaan rehabilitasi bagi penyalahguna berdasarkan UU
Narkotika dan peraturan pelaksanaannya, bersifat wajib agar outputnya sembuh dan
pulih dengan outcome penyalahguna tidak mengulangi perbuatannya.
Pemidanaan rehabilitasi, output sembuh dan outcome nya tidak
mengulangi perbuatannya, wajib dipedomani oleh penegak hukum mulai penyidik,
penuntut umum dan hakim.
Karena penyalahgunaan narkotika punya korelasi menghasilkan
terjadinya kejahatan perdagangan gelap narkotika. Kalau penyalahguna terus
diposisikan sebagai pengedar seperti selama ini terjadi, negara yang menanggung
kerugian, khususnya penyalahguna dan orang tua penyalahguna serta masyarakat.
Salam anti
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Rehabilitasi penyalahgunanya dan
penjarakan pengedarnya !
Penulis adalah
Komisaris Jenderal Polisi DR. Anang Iskandar, S.H., M.H. Purnawirawan perwira tinggi Polri, mantan
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri dan Kepala Badan Narkotika Nasional
(BNN). Aktivis anti narkoba yang berpengalaman dalam bidang reserse. Penulis kelahiran Mojokerto, 18 Mei 1958
"Tulis Judul Artikel lain di sini"