Berita Rakyat, Jeneponto. Menanti hari bahagia agar bisa duduk bersanding di pelaminan adalah dambaan setiap lelaki dan perempuan yang sedang merajut tali asmara.
Saling mengenal pribadi masing-masing dalam hubungan asmara (pacaran) selama setahun lebih, dirasakan sudah cukup oleh "S" dan "T" yang memutuskan untuk melangkah ke jenjang lebih serius dalam ikatan perkawinan.
Setelah dua keluarga ini bertemu dan melakukan pembicaraan, ditemukan kata sepakat untuk mengikat "S" dan "T" dalam ikatan perkawinan.
Hari Rabu, Tanggal 22, Bulan September, Tahun 2021 di sepakati kedua keluarga untuk menggelar acara perkawinan "S" dan "T" di kediaman keluarga "S".
Seiring berjalannya waktu, hari bahagia yang dinanti dan berharap semua berjalan dengan lancar, ternyata tidak sesuai dengan harapan keluarga "S".
Hari bahagia itupun berubah. Keluarga "S" merasa dipermalukan oleh "T" yang tidak menampakkan dirinya.
"Napakasiri ki anne "T" punna kammanne (dia bikin malu keluarga kita ini "T" dengan ulahnya)," kata saudara "S", Abdul Azis Dg Ngerang.
"Uang Panai' sudah dia ambil, baru tidak muncul di hari perkawinannya," gerutu Azis.
Atas kejadian ini, Abdul Azis Dg Ngerang didampingi istrinya, Jumasari menghubungi Jamaluddin SH.i, Pengacara berambut gondrong di Bantaeng untuk membantunya menyelesaikan persoalan siri' ini.
"Pak Jamal Gondrong itu adalah keluarga saya dan saya tau kalo Pak Jamal Gondrong sekarang berprofesi sebagai Pengacara," kata Azis.
Gayung bersambut, Pengacara Jamal Gondrong, panggilan akrab Jamaluddin SH.i menyatakan siap membantu untuk menyelesaikan persoalan siri' ini.
Kronologi Mediasi yang berakhir dengan kesepakatan dan perdamaian :
Pada hari Jum'at, 24 September 2021. Keluarga "S" janjian dengan Jamal Gondrong di Polres Jeneponto.
Setelah melakukan pembicaraan antara keluarga "S" dan Kuasa Hukumnya, disepakati, masalah siri' ini di adukan ke Polisi.
Di hari yang sama sebelum Sholat Jum'at, Kuasa Hukum dan Keluarga "S" menemui Kanit Tipiter Sat Reskrim Polres Jeneponto, Ipda Syahrir.
Dihadapan Kanit Tipiter dan penyidiknya, Kuasa Hukum, Jamaluddin SH.i didampingi keluarga "S" menceritakan kronologi kejadiannya.
"Sebagai Kuasa Hukum yang ditunjuk oleh keluarga "S", saya adukan masalah ini ke pihak kepolisian untuk ditindak lanjuti," ungkap Jamal Gondrong ke Kanit Tipiter.
Lalu Kanit Tipiter, Ipda Syahrir memberikan jawaban :
"Aduan Kuasa Hukum yang mewakili keluarga "S" kami terima. Namun jika boleh saya memberikan saran, mungkin lebih baik Pak Jamal temui dulu keluarga "T" untuk membicarakan ini dan mencari solusi terbaik agar tidak menimbulkan gesekan antara mereka," kata Ipda Syahrir.
Mendengar petunjuk Kanit Tipiter, keluarga dan Kuasa Hukumnya sepakat untuk menemui keluarga "T" di Kelurahan Tonrokassi Barat, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto.
Masih di hari yang sama, setibanya di rumah keluarga "T", keluarga "S" dan Kuasa Hukumnya berbicara dengan orang tua "T".
Hampir dua jam melakukan mediasi, akhirnya disepakati perdamaian antara dua keluarga.
"Keluarga "T" sepakat untuk menjual rumah dan tanahnya "T" untuk membayar semua kerugian yang dialami keluarga "S" dengan catatan di saksikan oleh pemerintah setempat," kata Jamal Gondrong saat ditemui Berita-Rakyat.co.id.
"Berhubung ini hari Jum'at dan kantor kelurahan juga tutup, nanti hari Senin, (27/09/2021) baru kita ke kantor kelurahan untuk proses kesepakatannya," ujarnya setelah menghubungi Lurah Tonrokassi Barat via seluler.
Senin, 27 September 2021.
Kuasa Hukum bersama keluarga "S" dan keluarga "T" bertemu di Kantor Kelurahan Tonrokassi Barat, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto.
Diterima oleh M. Amir M (Kasi Pemerintahan) dan H. Hasan Sullu (Seklur) Kelurahan Tonrokassi Barat, proses mediasi penyelesaian masalah ini berlanjut.
Setelah dilakukan pembicaraan kedua belah pihak disaksikan staf kelurahan, akhirnya dibuatlah Surat Kesepakatan Bersama antara keluarga "S" dan keluarga "T".
Adapun isi Surat Kesepakatan Bersama (Perjanjian Damai) tersebut, disepakati bahwa rumah dan tanah milik "T" akan dijual dan hasil penjualannya diserahkan kepada keluarga "S".
Namun, jika ada kelebihan dari hasil penjualan tersebut, maka itu milik keluarga "T".
Keluarga "S" meminta Rp. 40 juta untuk semua kerugian yang dialaminya.
"Uang 40 juta itu sudah menutupi semua kerugian keluarga kami yang telah memberikan uang panai dan menggelar pesta namun mempelai perempuan tidak hadir dan tidak diketahui dimana rimbanya," ungkap Jumasari (keluarga "S").
Penulis : Izzack.